KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Alhamdullihirabbil’alamin Puji syukur penulis panjatkan puji dan syukur
atas kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat Dan HidayahNya penulis bisa
menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terima
kasih untuk waktu yang telah diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
ini kepada Bapak Hendra Sulistiwan S, Pd selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Psikology
Pendidikan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari Bapak Hendra Sulistiawan selaku
Dosen dari mata kuliah psikologi pendidikan yang akan
dijadikan penilaian untuk Mid Tes dimana tugas ini berhubungan
dengan teori-teori psikologi belajar.
Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih belum
sempurna dan tentunya masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu kritik dan saran
yang mambangun sangat penulis harapkan. Sekian dari saya saya ucapkan
terimakasi wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Pontianak, 2012
Penulis
BAB I
PEMBUKAAN
A.
Latar belakang
Teori belajar selalu bertolak dari sudut padang psikologi
belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka
berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Justru
dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka
psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang lebih pesat. Teori belajar merupakan proses belajar dimana dalam proses belajar
menghasilkan pengajaran yang baik, manajemen yang baik dengan menggunakan teori
belajar yang disukai. Ada berbagai teori belajar di antaranya adalah :
1. Teori
belajar Skinner “Operant Conditioning”
2. Teori
Belajar Conditining of Learning, Robert M. Gagne
3. Teori
Belajar Perkekmembangan Kognitif Jean Piaget
4. Teori
Belajar Sosial Albert Bandura
5. Teori
Belajar Orang Dewasa
6. Teori
Pembelajaran Orang Dewasa
7. Teori
Stimulus-Respon
8. Teori
Medan
9. Teori
Asosiasi Atau Behaviorisme
10. Teori
Organismik, Gestalt Dan Teori Medan
11. Teori
Belajar Humanistik
Para ahli psikology pendidikan
menyebutkan lapangan utama psikology pendidikan adalah soal belajar. Dengan
kata lain psikology pendidikan memusatkan perhatian yang berkenaan dengan
proses kegiatan belajar mengajar serta fakto-faktor yang berhubungan dengan
tindakan belajar. Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidikan adalah sosok yang
memiliki sejumlah dasar pengetahuan tertentu. Di
dalam masa perkembangan psikologi pendidikan dijaman muhtahir ini muncullah
secara berurutan beberapa aliran psikologi pendidikan, masing-masing yaitu;
a.
Psikologi behavioristik
b.
Psikologi kognitif
c.
Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas
tumbuh dan berkembang secara beruntun,dari period eke periode berikutnya. Dalam
setiap periode oerkembangan aliran psikologi tersebut bermunculah teori-teori
tentang belajar. Tahukah kalian bahwa hanya tiga teori belajar ini yang sangat
terkenal dan hanya ke tiga teori inilah yang sering diterapkan oleh banyak
orang. Masing-masing yaitu;
a.
Teori belajar dari psikologi behavioristik
b.
Teori belajar dari psikologi kognitif
c.
Teori belajar dari psikologi humanistic.
Masing-masing kelompok teori belajar tersebut akan diuraikan secara garis
besar pada pembahasan berikutnya.
B.
Masalah
Beberapa
rumusan masalah yang ada dari uraian di atas adalah:
1. Apakah yang
dimaksud dengan Teori Belajar Behaviorstik?
2. Apakah yang
dimaksud dengan Teori Belajar Kognitif?
3. Apakah yang
dimaksud dengan Teori Belajar Humanistik?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
yang ingin dicapai dari uraian di atas adalah :
1. Menjelaskan pengertian Teori Belajar Behavioristik
2. Menjelaskan pengertian Teori Belajar
Kognitif
3. Menjelaskan pengertian Toeri Belajar
Humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Behavioristik
Teori
behavioristik belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat di amati, di
ukur dan di nilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi,
sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).Teori belajar behavioristik adalah salah satu
pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Teori behavioristik adalah :
a.
Mementingkan faktor lingkungan
b.
Menekan pada faktor bagian
c.
Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan
mempergunakan metode objective.
d.
Sifatnya mekanis
e.
Mementingkan masa lalu.
1. Macam-macam Teori
Behavioristik Menurut Beberapa Pendapat
Ada beberpa teori yang dikembangkan dalam teori belajar behavioristik
yaitu:
a. Edward edward lee thorndike (1874-1949)
Teori koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan
psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun
1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun
1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903),
Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s
Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order
(1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau
berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam
sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus
dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta
melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and
error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang
cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu
tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Dari percobaan ini thorndike menemukan teori belajar sebagai berikut :
a)
Hukum kesiapan (law of readiness)
yaitu : semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskan.
b)
Hukum Latihan (law of exercise),
yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara
kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat
karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam
belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin
dikuasai.
c)
Hukum akibat (law of effect)
yaitu: hubungan stimulus cenderung di perlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk makin kuat dan makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan.
Selanjutnya thornike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut :
a.
Hukum Reaksi Bervariasi (Mulitiple Respons)
b.
Hukum Sikap (Set/Attitude)
c.
Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency Of Element)
d.
Hukum Respon By Analogy
e.
Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
b. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di
Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang
pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi.
Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun
1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902)
dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan
klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap
anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
c. Buurhus Frederic Skinner (1904-1990)
Skinner
mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun
1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning.
Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun
1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul
Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi
Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
Beberapa prinsip Skinner dalam teori ini adalah :
a)
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan, dan jika salah diberi penguat.
b)
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c)
Materi pelajaran digunakan sistem modul.
d)
Dalam proses pembelajaran tidak digunakna hukuman,
untuk itu lingkungan perlu di ubah, untuk menghindari adanya hukuman
e)
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan activitas
sendiri atau mandiri.
f)
Tingkah laku yangdiinginkan pendidik, di beri hadiah,
dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable Rasio Rein
Forcer.
g)
Dalam pembelajaran digunakn shaping.
d. Robert Gagne (1916-2002)
RobertGagne mengembangkan konsep terpakai dari teori
instruksionalnya untuk mendesain pelatihan berbasis komputer dan belajar.
e. Albert Bandura (1925 Masih Hidup)
Seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar
sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Experimentnya yang terkenal
adlah experiment Bobo Doll yang menunjukan anak meniru secara persis perilaku
agresif orang dewasa sekitarnya.
2. Beberapa faktor yang
berproses dalam belajar opservasi adalah :
a.
Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan
karakteristik pengamat.
b. Penyimpanan atau proses mengingat,
mencakup kode pengkodean simbolik.
c. Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan
fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d. Motivasi, mencakup dorongan dari
luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
3.
Beberapa prinsip-prinsip yang dimiliki oleh faktor teladan.
a. Tingkat tertinggi belajar dari
pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi
perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
b. Individu lebih menyukai perilaku
yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
c.
Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat
4.
Aplikasi teori belajar Behavioristik terhadap pembelajaran siswa
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya yaitu:
a.
Mementingkan pengaruh lingkungan
b.
Mementingkan bagian-bagian
c.
Mementingkan peranan Reaksi
d.
Mengutamakan mekanismeterbentuknya hasil belajar
melalui prosedure stimulus respon
e.
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya
f.
Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan
pengulangan
g.
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku
yang diinginkan.
B. Teori Belajar kognitif
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang
tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan
hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan
mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok
dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang
baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.
Pada dasarnya terdapat dua pendapat
tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori
belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar
merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang
dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku.
Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Sedangkan teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif
dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental
yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan,
pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas.
Sesuai
dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung
termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat
dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa
teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:
A. Teori
Belajar Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari
Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan
berpikir khususnya proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan
berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu
akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap
amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap Sensori Motor(dari
lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi
ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau
memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka
mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif
yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang
tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan
menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.
b. Tahap Pra-operasional (
kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali
kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya
mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu
mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh
egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang
berbeda dengannya.
c. Tahap Operasi Konkrit (kurang
lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah
mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya
mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari
pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah
menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh
pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus
mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika
atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d. Tahap Operasi Formal (kurang
lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir
abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah
dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat
mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah.
Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat
konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal
yang bersifat abstrak.
Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi empat
tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.
Taxonomy SOLO
Teori belajar Piaget
memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori pembelajaran
kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan
analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam
terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan
suatu struktur yang sama akan diperoleh pada usia yang sama dalam berbagai
domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika seorang anak sudah
dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran dari benda
tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan
mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama.
Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti
hal ini tidak sepenuhnya benar.
Hal ini dianggap
sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya
perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang
individu. Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata
penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis
(1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang
dikenal dengan neo-Piagetian theories.
Biggs dan Collis
adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah
satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur
kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning
Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized
cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual
respon” atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka
menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa
hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized
cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka
HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh
pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan
suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti
yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah
beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan
erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi
penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:
Siswa dapat saja
berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal
konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada
level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang
konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat
mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang
berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih
proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis
(1991:60)
Dari uraian di atas
maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis
terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir
rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk
melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur
alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.
Untuk menjelaskan
konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa
diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu
level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga
terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika
mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama
begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model
tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas
tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh
penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika
semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi
normanya.
Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh
Biggs dan Collis:
1.
Mode Sensorimotor
Focus
perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun
kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan
lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan
oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit knowledge.
2.
Mode Iconic
Pada
mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen
yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan
sebagai peran pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada
pada mode ini antara lain sering menggunakan strategi menebak, senang
menggunakan alat peraga dan senang membuat gambaran-gambaran mental. Mode
sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari seorang manusia yang
berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah formal
ada pada mode concrete symbolic.
3.
Mode Concrete Symbolic
Pada
mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai
merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan,
yaitu sebuah system symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di
dunia.
Sebuah
system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi
sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem
symbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode
concrete symbolic adalah mode terbesar sebagai target dari matematika
sekolah. Karena dalam matematika anak menggambarkan dan mengoperasikan
objek-objek yang berada di sekitarnya.
4.
Mode Formal
Pada
mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori
tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi
membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena
itu kemampuan ini dituntut pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.
5.
Mode Post Formal
Keberadaan
mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada
penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari
mode ini adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari
sesuatu hal.
Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan
perkembangan kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di
berbagai bidang.
Berikut adalah tahapan respon berpikir
berdasar taksonomi SOLO;
1. Tahap Pre-Structural.
Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit
sekali informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk
sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun.
2. Tahap Uni-Structural.
Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas
dan sederhana antara satu konsep dengan konsep lainnya tetapi inti konsep
tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang dapat
mengindikasi aktivitas pada
tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan melakukan prosedur
sederhana.
3. Tahap Multi-Structural.
Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa
komponen namun hal ini masih bersifat terpisah satu sama lain sehingga belum
membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah
terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap ini.
Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini
antara lain; membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan,
menjelaskan, membuat daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma.
4. Tahap relational.
Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara
fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan. Pada tahap ini siswa dapat
menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan konsep, memahami
peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan sebuah
konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan
kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan
hubungan sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan,
menghubungkan.
5.
Tahap Extended Abstract
Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya
sebatas pada konsep-konsep yang sudah diberikan saja melainkan dengan
konsep-konsep diluar itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat melakukan
sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang
merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori,
membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta membangun
suatu konsep.
B. Teori
Belajar Van Hiele
Dalam belajar pengajaran geometri terdapat
teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan
tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar geometri. Van Hiele adalah
seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pegajaran
geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya,
diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.
Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang
diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima
tahapan berpikir dalam belajar geometri yaitu;
a. Tahap Pengenalan
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu
bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya
sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh jika
kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat
atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus
mempunyai sisi-sisi yang berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.
b. Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal
sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang diamatinya. Ia sudah mampu
menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri tersebut. Misalnya
disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua
pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar.
Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu
benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui
bahwa bujur sangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah
ketupat dan sebagainya.
c. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan
penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan sebutan berpikir deduktif, namun
kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini anak telah mulai
mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar adalah
jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam
pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga,
dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola
pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu
persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah
ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
d. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik
kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah mengerti peranan
unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah didefinisiskan.
Misalnya anak telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah
mampu menggunakan postulat atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan
sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau
sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat
tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara
pebuktian dua segitiga yang sama dan sebangun(kongruen).
e. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa
pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu
pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau
postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang
tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua
anak, meskipun sudah duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai
pada tahap berpikir ini.
Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih
banyak teori belajar konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti
Bruner, Bloom, Freudenthal dan lain-lain.
C. Teori Belajar humanistic
Dalam
teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal
yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan
para pendidik yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada
pembangunan kemampuan yang positif.
Kemampuan
positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat
dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik yang sangat kuat yang nampak
dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik,
belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai
tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal.
Ciri-ciri Teori Humanisme
Pendekatan
humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan
yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang
mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan
karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada
salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu
untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa
tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan
bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat
manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme
memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang
meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Dengan
kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu,
metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai
kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran
lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan,
kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran
sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan
tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar
adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah :
- Proses pemerolehan informasi baru,
- Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori
belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham
Maslow dan Carl Rogers.
- Arthur Combs (1912-1999)
Bersama
dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu
guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs
memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia.
Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan
dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
- Maslow
Teori
Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa
individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
hirarkis.
Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia
menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
- Carl Rogers
Carl Rogers
lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari
enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke
bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan
mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis
di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar
profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku
pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan
konsep Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe
belajar, yaitu:
- Kognitif (kebermaknaan)
- experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru
menghubungan pengetahuan akademik ke
dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan
untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan
kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup
: keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut
Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan
yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak
ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang
bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan
bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat
modern berarti belajar tentang proses.
Dari
bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar
secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila
materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud
sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam
persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk
ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri
ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari
luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa
rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa
dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses
belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan
pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang
dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar
yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap
pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan
itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo
konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh
Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan
kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk
melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa
(penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang
fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa,
meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan
matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan
dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
guidenes(petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian
kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai
suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di
dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan
sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik
bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah
mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa
yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta
dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga
tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang
fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap
Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik
lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
- Merumuskan tujuan belajar yang jelas
- Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
- Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
- Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
- Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
- Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
- Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
- Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkankan
pembahasan di atas kita dapat memberikan kesimpulan bahwa dari teori belajar
behavioristik, teori belajar kognitif dan teori belajar humanistik adalah suatu
teori belajar yang sangat berbeda di antara satu sama lainya. Tetapi teori
tersebut sama-sama sering digunakan oleh kita. Teori behavioristik adalah toeri
belajar dari perubahan perilaku yang dapat di amati, di ukur dan di nilai
secara komplete. Teori belajar behavioristik adalah salah satu pendekatan
kepada indivitu unuk memahami perilaku individu adalah suatu perubahan
tingkahlaku sebagi hasil dari pengalaman. Teori kognitif adalah kajian belajar
ilmiah mengenai proses-proses fikiran yang sering dikaitkan dengan proses
belajar. Yang menyatakan proses belajar terjadi karena adanya variable penghalang
pada kognisi seseorang. Teori
belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996:
53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat secara relatif dan berbekas”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental
yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan,
pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas.Sedangkan teori beajar humanistik adalah berfokus kapada
manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat
biologisnya. Dalam teori belajar humanistik peranan utamanya adalah para
pendidik.
B. Saran
Belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang
terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan
lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan,
pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas. Jadi, kita harus selalu
memperhatikan masalah yang terjadi pada anak-anak didik kita. Sehingga masalah
dalam belajar akan bisa diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Morteza,momo,(2009).Teori Belajar Kognitif. Diperoleh 2
juni 2012 dari My Documents/Downloads/Teori Belajar Kognitif « Hasanahworld Weblog.htm.
Wadty.soemanto.psikologi pendidikan landasan kerja pemimpin
pendidikan.jakarta:pt rineka cipta.2006.
Annisa,akmala.(2011).teori
belajar humanistic.diperoleh 3 juni 2012 dari http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-humanisme
Admin (2010) macam-macam
teori belajar.diperoleh 30 mei 2012 dari TEORI BELAJAR >> Teori Belajar Menurut Para Ahli
| belajarpsikologi.com
http://moshimoshi.netne.net/materi/psikologi_pendidikan/bab_7.htm